Monday, November 30, 2009

Hindari Suara Dobel Nrithik dan Nyeret



Searah keberhasilan eksploitasi olah ternak burung perkutut, ikon suara perkutut bergeser. Awalnya, penghobi lebih menekankan, kualitas suara perkutut hanya pada pola dasar “engkel atau genep” (empat ketukan). Sejak paro tahun 90-an, ikon suara perkutut bergeser ke pola dasar suara “dobel” (enam ketukan) dan “dobel plus” (delapan ketukan).

Ikon ini, dalam praktinya, lebih dipengaruhi tren pasar.”Rumus ekonomi, di sektor apapun tren pasar mampu merubah pakem yang sudah ada,” ujar Lamidi, ketua bidang penjurian P3SI Korwil Jatim.

Di era kejayaan “Susi Susanti” dan “Arung Samudra” serta “Pele”, tahun 80-an, tren pasar perkutut masih didominasi pola dasar suara “engkel” dan “satu setengah”.Masuk awal tahu 90-an, ketek dobel mulai digemari.

Kemunculan “Leo Star” perkutut debutan Leo Bird Farm, Tasikmalaya, pelahan tapi pasti menggeser dominasi pola dasar suara engkel dan satu setengah. “Puncaknya, ketika “Misteri Bahari” (burung perkutut milik John Suwandi, Cirebon,red), merajai konkurs perkutut nasional,” jelas Lamidi.

Bagaimana sosok pola dasar suara perkutut dobel dan dobel plus? Cermati bunyi anggungan perkutut Anda. Kemudian hitung dengan menekuk jari-jari tangan. Jika perkutut Anda mampu berbunyi enam ketukan atau enam tekukan jari, berarti perkutut itu masuk dalam katagori dobel. Yakni, satu ketukan suara angkatan, empat ketukan suara tengah atau ketek dan satu ketukan suara ujung.

Contoh burung berpola dasar suara dobel adalah jika perkutut itu mampu mengeluarkan suara sebagai berikut: hur…ke-tek…ke-tek…kung, atau klaa…ke-tek…ke-tek…kung, atau juga waiii…ke-tek…ketek…kung.

Meski begitu, perlu diingat, tidak semua perkutut dengan pola dasar suara dobel masuk dalam kriteria berkualitas lomba. Survey menunjukkan, banyak perkutut berpola dasar suara dobel justru berkualitas jelek. Penyebabnya, lantaran bentukan suara ketek tersebut, tidak betekanan, lengkap dan jelas.

Dalam praktik, ada beberapa jenis pola dasar perkutut bersuara dobel. Antara lain, dobel “nrithik”. Istilah ini diberikan pada perkutut yang memiliki ketek dobel, tapi intonasinya cepat, kurang jelas dan tidak lengkap.

Kedua dobel “nyeret”, artinya suara tengahnya lebih kencang lagi, hingga tak mampu membentuk ketukan. Ketiga, dobel jalan, yakni, bentukan suara tengahnya agak lamban tanpi kurang bertekanan dan jelas.

Keempat dobel “lelah”. Yakni, bersuara tengah dengan intonasi tetap, senggang, bertekanan, lengkap dan jelas. Misalnya, jika ketukan suara tengah pertama berintonasi satu detik, bentukan suara tengah kedua juga harus satu detik. Begitu pula, tenggang waktu intonasi dari suara angkatan ke ketek dan dari ketek ke suara ujung.

Sampai di sini, coba sekarang cermati suara perkutut Anda. Hitung suara yang terbentuk dengan tekukan jari tangan, dan cermati pula tenggang waktu intonasi yang dibutuhkan dalam setiap ketukan. Jika, tenggang waktu tekukan itu sama, dan memebentuk irama yang stabil, tidak nritik, tidak nyeret dan tidak jalan, maka, perkkutut Anda masuk dalam katagori bekualitas lomba.

Selanjutnya, pola dasar suara perkutut ketek dobel plus. Mengingat, bahwa pola dasar perkutut dobel plus ini merupakan ikon tertinggi kualitas perkutut era kini, maka pembahasannya pun, harus detail dan dalam waktu dan ruang tersendiri.(bersambung) andi casiyem sudin