Monday, November 30, 2009

Suara Tengah Tentukan Band Image Perkutut



Tingkat kesusitan tertinggi dalam apresisasi seni suara burung perkutut berada pada apresiasi suara tengah. Ironisnya, ikon perkutut, justru ditentukan oleh suara tengahnya. Atau keteknya.

Mengutip sistem penjurian yang dikeluarkan oleh Persatuan Pelestari Perkutut Seluruh Indonesia (P3I), dikatakan suara tengah perkutut berkualitas harus memiliki tiga kriteria. Yakni, bertekanan, lengkap dan jelas.

Lebih jlimet lagi, suara tengah atau ketek perkutut, harus terdiri dari dua silap atau dua suku kata. Yaitu, ke dan tek. Hingga, jika suara itu dirangkai akan terbentuk dua rangkaian suara ke-tek.

Pakem atau standardisasi suara ketek ini, sudah diakui secara turun temurun, dari era kejayaan raja-raja di Pulau Jawa hingga era dioda. Yang bergeser, hanya kualitas ketek perkutut, menyusul kejayaan sistem ternak atau budidaya perkutut unggulan.”Dari dulu, pakem suara ketek ya ke dan tek. Tidak lebih tidak kurang,” ungkap Saiful, juri perkutut standar nasional asal Kediri.

Namun praktik di lapangan, suara tengah burung perkutut, bisa dibagi lagi menjadi delapan pola dasar. Yaitu, cowong (dua ketukan). telon (tiga ketukan), engkel atau genep (empat ketekuan), karotengah atau satu setengah (lima ketukan), dobel (enam ketukan), debel plus (tujuh ketukan) dan tripel (delapan ketukan).

Yang dimaksud ketukan dalam konteks ini adalah hitungan dalam keseluruhan bunyi. Dari bunyi angkatan, ketek, dan suara ujung atau tengkung. Bukan hanya dihitung suara tengahnya.

Dengan acuan ini, maka pola dasar perkutut bersuara cowong (dua ketukan), adalah perkutut yang hanya berbunyi hur … kung. Atau, klaa … kung. Atau juga waeee … kung. Atau perkutut yang tidak punya suara tengah. Cowong berarti kosong.

Makna perkutut bersuara talon, adalah perkutut yang hanya mampu bersuara tiga ketukan. Yakni, satu ketukan angkatan, satu ketukan suara tengah dan satu ketukan suara ujung. Perkutut ini, dinamakan juga perkutut mbojai (penipu), karena memiliki ketek yang tidak lengkap. Contohnya, hur… ke… kung, atau klaaa…ke…kung, atau juga waai… ke…. Kung.

Pola suara dasar perkutut ketiga adalah engkel atau genep. Lebel ini diberikan pada perkutut yang bersuara lengkap, empat ketukan. Satu ketukan angkatan, dua ketukan suara tengah dan satu ketukan suara ujung. Contohnya, hur…ke…tek…kung, atau klaa…ke…tek…kung, atau juga waiii…ke…tek…kung.


Keempat adalah pola dasar suara perkutut karo tengah atau satu setengah. Yaitu, suara perkutut yang terdiri dari lima ketukan. Satu ketukan suara angkatan, tiga ketukan suara tengah, dan satu ketukan suara ujung.

Suara perkutut ini dinamakan satu setengah karena hanya mampu mengeluarkan bunyi satu (1) ketek dan setengah ketek (ke). Contohnya, hurr … ketek..ke… kung, klaaa…ketek..ke… kung, atau juga waiii…ke..tek..ke..kung.

Sekarang, bagaimana rangkaian bunyi suara perkutut dobel dan dobel plus? Penggila perkutut, kini menjadikan bunyi perkutut dobel atau dobel plus jadi ikon. Bahkan, takaran harga burung klangenan itu pun ditentukan oleh pola dasar dua bunyi ini. Padahal, tidak semuanya perkutut yang bersuara dobel bisa dianggap berkualitas. Pun tidak semua perkutut bersuara dobel plus, bisa dijual mahal. Lalu bunya ketek dobel dan dobel plus yang bagaimana yang masuk dalam standardisasi kualitas lomba? Bersambung.andi casiyem sudin.