Pohon kentang |
M enurut Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Wonosobo, Suharso, penyebab kualitas kentang lokal lebih rendah dibanding dengan kentang impor salah satunya karena kesalahan dalam pola tanam dan penggunaan obat-obatan tanaman. Disamping kualitas yang rendah, produktivitas kentangpun juga ikut rendah. Ada solusi yang bisa dilakukan untuk meningkatkan mutu kentang, khususnya di wilayah dataran tinggi dieng, yakni dengan perbaikan pola tanam dan sapta usaha tani.
Dari solusi tersebut ada dua manfaat sekaligus yang bisa diperoleh, yakni berbudidaya kentang secara baik dan benar serta petani bertanam dengan ramah lingkungan.
Hal tersebut tentunya sejalan dengan program pemerintah, yakni pembangunan berwawasan lingkungan melalui upaya konservasi lahan. Perbaikan pola tanam dilakukan dengan melakukan penyelingan tanaman, seperti kentang misalnya, empat bulan pertama ditanam kentang, berikutnya ditanam tanaman sayur lain, seperti kobis, daun bawang, seledri dan sayuran lain yang memiliki nilai ekonomis. Jadi dalam satu tahun penanaman kentang dilakukan cukup satu kali.
Sistem pola tanam seperti ini dikandung maksud untuk memutus rantai penyakit tanaman yang bisa menyerang tanaman kentang. Selama ini diduga banyak hama penyakit yang menyerang tanaman kentang, sehingga banyak petani yang memakai obat-obatan tanaman seperti pestisida di atas ambang normal, apalagi jika di musim hujan. Peningkatan penggunaan pestisida tersebut berdampak pada kurang bagusnya mutu kentang.
Untuk merubah pola tanam ini jelas tidak gampang, apalagi di wilayah dieng, disana budaya tanam kentang menjadi satu tolok ukur penilaian seseorang dari sisi ekonomi. Orang tanam kentang dianggap sebagai orang kaya atau orang mampu. Suharso menegaskan, perlu upaya penyadaran petani kentang di dieng secara psikologis disamping secara teknis tentunya. Sapta usaha tani juga perlu dilakukan petani. Sapta usaha tani sendiri merupakan istilah yang diambil Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, melalui Program Bali Ndeso Mbangung Ndeso di Bidang Pertanian, dimana di Kementerian Pertanian, istilah tersebut sama dengan SL-PTT atau Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu. Kegiatan ini meliputi penggunaan benih yang bersertifikat, pengolahan tanah yang baik, pengairan yang cukup, pemupukan secara berimbang, pengendalian hama yang tepat, panen dan pasca panen, serta pasartanaman yang sesuai.
Untuk penggunaan benih yang bersertifikat saat ini baru terpenuhi sekitar 15 persen, hal ini disebabkan karena jumlah benih ersertifikat masih terbatas. Saat ini stok benih tersebut diambil dari kledung, lembang dan beberapa kelompok petani penghasil benih. Kekurangan benih tidak hanya dialami di wonosobo, tapi di jawa dan juga di indonesia. Pemerintah telah berupaya untuk mengatasi hal tersebut dengan menyekolahkan beberapa petani ke balai benih kentang di kledung, untuk tahun ini sebanyak lima petani mengikuti program tersebut selama kurang lebih satu bulan.
Kesalahan proses tanam petani selama ini ditengarai menjadi salah satu penyebab kurangnya kesuburan tanah. Berkurangnya kesuburan tanah dikarenakan semakin berkurangnya top soil atau lapisan humus. Saat ini rata-rata top soil yang ada di dieng hanya sekitar 10 – 20 cm, dimana idealnya adalah pada kedalaman minimal 30 cm. Top soil sendiri mempunyai peranan yang sangat penting, karena di lapisan ini terkonsentrasi kegiatan-kegiatan mikroorganisme yang secara alami mendekomposisi serasah atau tumpukan daun kering dan rerantingan pada permukaan tanah, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesuburan tanah.
Salah satu kesalahan proses tanam yang dilakukan petani di dieng adalah banyak petani yang mengolah lahan pada kemiringan lebih dari 30 derajat. Aturannya adalah di bawah 30 derajad, karena jika menanam di atas 30 derajad berakibat cepat hilangnya lapisan humus atau top soil. Untuk mengembalikan kesuburan tanah secara alami tentunya membutuhkan waktu, tidak bisa secara instan dilakukan, sekalipun dengan penambahan pupuk-pupuk pabrikan, bahkan jika dilakukan penambahan pupuk fine compost sekalipun, tetap saja tidak serta merta kegiatan mikroorganisme menjadikan tanah kembali
Sistem pola tanam seperti ini dikandung maksud untuk memutus rantai penyakit tanaman yang bisa menyerang tanaman kentang. Selama ini diduga banyak hama penyakit yang menyerang tanaman kentang, sehingga banyak petani yang memakai obat-obatan tanaman seperti pestisida di atas ambang normal, apalagi jika di musim hujan. Peningkatan penggunaan pestisida tersebut berdampak pada kurang bagusnya mutu kentang.
Untuk merubah pola tanam ini jelas tidak gampang, apalagi di wilayah dieng, disana budaya tanam kentang menjadi satu tolok ukur penilaian seseorang dari sisi ekonomi. Orang tanam kentang dianggap sebagai orang kaya atau orang mampu. Suharso menegaskan, perlu upaya penyadaran petani kentang di dieng secara psikologis disamping secara teknis tentunya. Sapta usaha tani juga perlu dilakukan petani. Sapta usaha tani sendiri merupakan istilah yang diambil Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, melalui Program Bali Ndeso Mbangung Ndeso di Bidang Pertanian, dimana di Kementerian Pertanian, istilah tersebut sama dengan SL-PTT atau Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu. Kegiatan ini meliputi penggunaan benih yang bersertifikat, pengolahan tanah yang baik, pengairan yang cukup, pemupukan secara berimbang, pengendalian hama yang tepat, panen dan pasca panen, serta pasartanaman yang sesuai.
Untuk penggunaan benih yang bersertifikat saat ini baru terpenuhi sekitar 15 persen, hal ini disebabkan karena jumlah benih ersertifikat masih terbatas. Saat ini stok benih tersebut diambil dari kledung, lembang dan beberapa kelompok petani penghasil benih. Kekurangan benih tidak hanya dialami di wonosobo, tapi di jawa dan juga di indonesia. Pemerintah telah berupaya untuk mengatasi hal tersebut dengan menyekolahkan beberapa petani ke balai benih kentang di kledung, untuk tahun ini sebanyak lima petani mengikuti program tersebut selama kurang lebih satu bulan.
Kesalahan proses tanam petani selama ini ditengarai menjadi salah satu penyebab kurangnya kesuburan tanah. Berkurangnya kesuburan tanah dikarenakan semakin berkurangnya top soil atau lapisan humus. Saat ini rata-rata top soil yang ada di dieng hanya sekitar 10 – 20 cm, dimana idealnya adalah pada kedalaman minimal 30 cm. Top soil sendiri mempunyai peranan yang sangat penting, karena di lapisan ini terkonsentrasi kegiatan-kegiatan mikroorganisme yang secara alami mendekomposisi serasah atau tumpukan daun kering dan rerantingan pada permukaan tanah, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesuburan tanah.
Salah satu kesalahan proses tanam yang dilakukan petani di dieng adalah banyak petani yang mengolah lahan pada kemiringan lebih dari 30 derajat. Aturannya adalah di bawah 30 derajad, karena jika menanam di atas 30 derajad berakibat cepat hilangnya lapisan humus atau top soil. Untuk mengembalikan kesuburan tanah secara alami tentunya membutuhkan waktu, tidak bisa secara instan dilakukan, sekalipun dengan penambahan pupuk-pupuk pabrikan, bahkan jika dilakukan penambahan pupuk fine compost sekalipun, tetap saja tidak serta merta kegiatan mikroorganisme menjadikan tanah kembali