Sunday, December 1, 2013

Burung Elang Jawa


Karakteristik Elang Jawa amatlah gampang untuk di cermati, di mana Elang Jawa mempunyai badan tengah sampai besar, langsing, serta panjang badannya meraih kisaran 60 hingga 70 cm (dari ujung paruh hingga ujung ekor).

Elang Jawa mempunyai kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), serta dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4 bulu, panjang hingga 12 cm) dan tengkuk yang coklat kekuningan (kadang-kadang tampak keemasan jika terkena sinar matahari). Jambul hitam dengan ujung putih ; mahkota dan kumis berwarna hitam, tetapi punggung dan sayap coklat gelap. Kerongkongan keputihan dengan garis (sesungguhnya garis-garis) hitam membujur di dalamnya. Pada area dada dada, ada coret-coret hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang setelah itu di samping bawah lagi berpindah jadi pola garis (coret-coret) rapat melintang merah sawomatang sampai kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut dan kaki. Bulu pada kaki tutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari Elang Jawa. Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap dan lebar melintang yang tampak terang di sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis. Betina berwarna sama, sedikit makin besar.

Irislah mata yang dipunyai Elang Jawa berwarna kuning atau kecoklatan ; paruh kehitaman ; sera atau daging di pangkal paruh kekuningan ; kaki (jari) kekuningan. Burung Elang Jawa muda dengan kepala, leher dan sisi bawah badan Elang Jawa berwarna coklat kayu manis jelas, tidak ada coretan atau garis-garis.

Waktu terbang, Elang Jawa sama juga dengan elang brontok (nisaetus cirrhatus) bentuk jelas, namun cenderung tampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta memiliki ukuran sedikit lebih kecil.

Kicauan Elang Jawa bunyinya benar-benar nyaring, berkali-kali, klii-iiw atau ii-iiiw, bermacam pada satu hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Serta sedikit banyak, suaranya ini sama dengan suara elang brontok walaupun perbedaannya cukup terang di dalam nadanya.
Penyebaran, Habitat serta Konservasi Elang Jawa

Persebaran burung Elang Jawa ini cuma hanya di pulau Jawa, mulai ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) hingga ujung timur di semenanjung blambangan purwo. Namun sekianlah penyebarannya waktu ini terbatas di wilayah-wilayah dengan Rimba primer dan ditempat perbukitan berhutan tepatnya pada peralihan dataran rendah dengan daerah pegunungan. Beberapa besar dari Elang Jawa dapat ditemukan sekurang-kurangnya di separuh belahan selatan dari pulau Jawa. Nampaknya burung Elang ini hidup berspesialisasi pada lokasi berlereng.

Elang Jawa sukai ekosistem Rimba hujan tropika yang selalu hijau, di dataran rendah maupun pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Diawali dari lokasi dekat pantai seperti di ujung kulon dan meru betiri, sampai ke hutan-hutan pegunungan bawah dan atas hingga ketinggian 2. 200 m dan kadang-kadang 3. 000 mdpl.

Umumnya area tinggal Elang Jawa susah untuk dicapai, walaupun tak selalu jauh dari lokasi aktivitas manusia. Nampaknya burung ini sangat tergantung pada kehadiran Rimba primer untuk area hidupnya. Walau ditemukan Elang yang memakai Rimba sekunder untuk area berburu dan bersarang, walaupun sekian letaknya berdekatan dengan Rimba primer yang luas.

Burung pemangsa ini berburu dari area bertenggernya di pohon-pohon tinggi di dalam Rimba. Dengan sigap dan tangkas menyergap berbagai mangsanya yang ada di dahan pohon maupun yang di atas tanah, seperti beragam jenis reptil, burung-burung seperti walik, punai, serta lebih-lebih ayam kampung. Juga mamalia memiliki ukuran kecil sampai tengah seperti tupai dan bajing, kalong, musang, s/d anak monyet.

Periode bertelur terdaftar mulai bln. januari hingga juni. Sarang berupa tumpukan ranting-ranting berdaun yang disusun tinggi, di buat pada cabang pohon setinggi 20-30 di atas tanah. Telurnya sejumlah satu butir, yang dierami selama kurang-lebih 47 hari.


Pohon tempat bersarangnya Elang Jawa yaitu sebagian type pohon Rimba yang tinggi, seperti rasamala (nama latin : altingia excelsa), gunakan (nama latin : lithocarpus sundaicus), tusam (nama latin : pinus merkusii), puspa (nama latin : schima wallichii), dan ki sireum (nama latin : eugenia clavimyrtus). Tak selalu jauh ada di dalam Rimba, ada juga sarang-sarang yang ditemukan hanya sejarak 200-300 m dari area rekreasi.

Di habitatnya, persebaran dari Elang Jawa amatlah tidak sering. Walaupun luas tempat habitatnya, seluruh jumlahnya hanya kuran lebih 137-188 gunakan burung, atau menurut perkiraan jumlah individu Elang ini berkisar seputar 600 hingga 1. 000 ekor. Populasi yang kecil ini hadapi ancaman besar pada kElangsungan kelestariannya, yang karena oleh kehilangan habitat dan eksploitasi jenis. Pembalakan liar dan konversi Rimba jadi tempat pertanian jadikan menyusutnya tutupan Rimba primer yang ada di Jawa. Selain itu, kehadiran Elang Jawa ini dapat selalu diburu oleh manusia untuk diperjual belikan di pasar gelap untuk di buat jadi satwa peliharaan. Karena kElangkaannya, pelihara burung ini seakan jadi kebanggaan sendiri, dan pada gilirannya buat jadi harga burung Elang Jawa ini melambung tinggi.

Mempertimbangkan kecilnya populasi, lokasi habitatnya yang terbatas dan desakan tinggi yang dihadapi itu, pihak Organisasi Konservasi Dunia IUCN memasukkan Elang Jawa ke di dalam status en (endangered, terancam kepunahan). Sekianlah juga, pemerintah Indonesia menetapkannya untuk hewan yang dilindungi oleh undang-undang.

Taksonomis atau Penggolongan Elang Jawa

Sesungguhnya kehadiran Elang Jawa telah di ketahui dari dauhulu seputar th. 1820, saat van hasselt dan kuhl mengoleksi dua spesimen burung ini dari lokasi gunung salak untuk dibawa ke museum leiden, negeri Belanda. Walaupun sekian pada waktu itu hingga akhir abad-19, spesimen-spesimen burung ini terus disangka untuk jenis elang brontok.

Walau demikian baru di th. 1908, atas basic spesimen koleksi Max Bartels yang terbuat dari pasir datar, di sukabumi pada th. 1907, seseorang pakar burung di negeri jerman, o. Finsch, mengetahui Elang Jawa untuk type takson yang baru. Ia mengiranya untuk anak jenis dari spizaetus kelaarti, sejenis burung elang yang ada di sri lanka. Sampai lalu pada th. 1924, prof. Stresemann berikanlah nama takson baru itu dengan Epitet Khusus Bartelsi, untuk usaha untuk menghormati Max Bartels di atas, dan memasukkannya untuk anak jenis elang gunung spizaetus nipalensis.

Sekian, burung ini lalu di kenal oleh dunia dengan nama ilmiah yaitu Spizaetus Nipalensis Bartelsi, hingga setelah itu pada th. 1953 D. Amadon sudah mengusulkan untuk menambah peringkat burung Elang Jawa dan mendudukkannya ke di dalam jenis yang berdiri dengan sendiri, yakni Spizaetus Bartelsi.